Peran Perpustakaan Sekolah Untuk Menangkal Berita Hoax Dalam Bentuk Kegiatan Literasi Informasi Oleh Viki Iswanto M. S.IP

Pendahuluan

Pertumbuhan kemajuan smarthphone dan media sosial yang tidak diimbangi dengan perkembangan literasi informasi akan menyebabkan berita palsu alias hoax yang banyak tersebar di internet. Informasi menyesatkan itu banyak beredar melalui aneka jalur digital, Whatshap, Twitter, Instagram, Facebook, Line, dan termasuk situs online maupun portal berita online yang tersebar di internet sehingga informasi yang disebarkan itu belum bisa di pertanggung jawabkan secara shahih.
Dalam ajaran Islam sendiri kita mengenal istilah Tabayyun. Pengertian tabayyun secara bahasa memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Sedangkan secara istilah adalah meneliti dan menyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas benar permasalahan yang sedang terjadi.
Tabayyun adalah akhlaq mulia yang merupakan prinsip penting dalam menjaga kemurniaan ajaran Islam dan keharmonisan dalam pergaulan dan bermua’malah sehingga tidak terjadinya fitnah atau penyebaran informasi yang palsu dan akhirnya akan membuat penyesalan di kemudian hari, seperti perpecahan antar pelajar yang mengakibatkan terjadi tawuran antar pelajar dan sekolah seperti yang pernah terjadi beberapa waktu yang lalu. Hal ini di ingatkan oleh Allah SWT, Seperti firman Allah dalam Surah (49) Al-Hujurat Ayat 6 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya :“ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu  berita, maka periksalah (kebenarannya) dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.    (Al-Hujurat: 6).
Rendahnya kesadaran literasi menjadi salah satu faktor pendorong masifnya peredaran kabar bohong atau hoax. Dengan budaya baca yang rendah, masyarakat menelan informasi secara instan tanpa berupaya mencerna secara utuh.
Oleh karena kita sebagai tenaga pendidik terutama di kalangan pelajar diwajibkan harus memiliki kemampuan akan literasi informasi yang dapat  diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi informasi yang dibutuhkannya, mengakses dan menemukan informasi, mengevaluasi informasi, dan menggunakan informasi secara efektif dan etis. Sehingga penyebaran berita palsu / hoax bisa kita saring dan teliti kebenarannya baik secara akademik maupun non-akademik yang akhirnya informasi itu bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Untuk menjawab hal tersebut, tulisan ini akan sedikit menjelaskan tentang makna dan konsekuensi dari hoax, menangkal berita hoax di kalangan pelajar dan peran aktif pustakawan sekolah dalam kegiatan literasi informasi. Melalui ketiga bahasan tersebut diharapkan pustakawan sekolah menyadari bahwa hoax ini menjadi tanggung jawabnya dan pelajar / siswa harus lebih menyadari atas bahaya dari informasi hoax ini.
Makna dan Konsekuensi
Untuk mengenal hoax, pustakawan harus memahami tentang makna dan konsekuensi dari hoax itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (2016), hoax berarti “bohong”, tidak sesuai dengan hal (keadaan dan sebagainya) yang sebenarnya ; dusta. Makna dari kata “ bohong” yaitu perkataan dan perbuatan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Sedangkan konsekuensi dari “bohong” adalah pelaku tidak lagi dipercaya oleh orang lain, atau akan mendapat julukan sang “pembohong atau pendusta”. Istilah agama bagi orang yang suka berbohong di sebut “Fasiq”. Apabila hal tersebut teradi maka perkataan dan perbuatan seseorang yang suka berbuat bohong tidak akan lagi dipercaya. Dalam konteks hoax, bagi penyebar kebohongan melalui media tertentu misalnya website, serta telah merusak dan mencemarkan nama baik serta harga diri seseorang maka akan berurusan dengan hukum pidana.
Setelah mengetahui makna dan konsekuensi dari hoax, maka tugas pustakawan sekolah selanjutnya menyediakan informasi yang sehat dan berkualitas kepada siswa maupun guru melalui jasa perpustakaan atau kegiatan literasi informasi. Dalam tugas ini, pustakawan harus mengevaluasi dirinya sendiri bahwa ia sudah mampu atau belum untuk melaksanakan program literasi informasi kepada siswa dan guru, untuk melawan dan mengantisipasi bahaya hoax. Jika sudah mampu, pustakawan dapat melaksanakan program literasinya sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman profesionalnya untuk mencerdaskan siswa.
Dalam tayangan Mata Najwa dengan tema “ Virus Dusta” yang di tayangkan oleh stasiun Metro TV tanggal 23 Maret 2017 Jam 20.00 WIB, ada kutipan sangat menarik yang dapat penulis ambil yakni “ Dunia dirudung berita bohong seiring daya pikir yang semakin kosong. Obsesi mengunyah berita cepat dan berbagi secepat kilat membesarkan berita culas semakin hebat. Penyebar virus dusta bisa siapa saja dari warga biasa hingga rekayasa yang punya kuasa. Hasutan bercampur kebohongan membakar emosi dan memompa kebencian. Tsunami hoax berjalin kelindan dengan kecamuk politik saat para calon berebut simpatik publik. Memblokir dan menangkap bukan akar masalah mengoreksi sistem dan mutu pendidikan adalah jawabannya. Tanggung jawab juga ada pada media arus utama jika tidak bisa dipercaya bisa sama berbahaya. Literasi media serta gerakan literasi sekolah harus digalakan dan berita untuk warga adalah tugas bersama yang tidak bisa diselesaikan secara instan belaka. Karena virus dusta hanya bisa dilawan dengan taktis oleh mereka yang mampu berpikir logis dan kritis.”
Menangkal Berita Hoax
Sebagai preferensi dalam menangkal berita hoax, menurut Masyarakat Anti Fitnah di Jakarta yang dikutip dari Kompas Tekno pada hari minggu (8/1/2016), Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho menguraikan lima langkah yang sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoax dan mana berita asli. Lima langkah tersebut antara lain :
1.      Hati-Hati Dengan Judul Provokatif
Berita hoax kerapkali membubuhi judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa dicomot dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.
Karena itu, apabila menjumpai berita dengan judul provokatif, sebaiknya cari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau beda. Dengan begini setidaknya pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.
2.      Cermati Alamat Situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, misalnya menggunakan domain blog maka bisa dibilang meragukan.
Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs yang mengklaim sebagai portal berita. Namun, dari jumlah tersebut yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai oleh kita semua terutama untuk kalangan pelajar yang sangat mudah termakan berita hoax.
3.      Periksa Fakta
Dari mana berita berasal?Siapa sumbernya?Apakah dari institusi resmi seperti Kemendiknas? Sebaiknya jangan lekas percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas maupun pengamat. Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh dari informasi yang kita dapat.
Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyekti.
4.      Cek Keaslian Foto
Di era teknologi digital, bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.
Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke  kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat diinternet sehingga bisa dibandingkan.
5.      Ikut Serta Grup Diskusi Anti-Hoax
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang. Bahkan saat ini telah di buat aplikasi untuk android yang bernama “ Turn Back Hoax”. Tujuan dibuat aplikasi ini untuk menangkal berita-berita hoax yang sangat meresahkan masyarakat terutama pelajar akhir-akhir ini, yang diakibatkan dari pemberitaan hoax ini adalah pembunuhan karakter dan merusak sel-sel otak untuk berbuat negative, anarkis bahkan radikal.
Kegiatan Literasi Informasi Sekolah
Dalam upaya menumbuhkan budi pekerti siswa, pemerintah melalui kemdikbud meluncurkan sebuah gerakan yang disebut Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan ini bertujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembalajaran sepanjang hayat. 
Seperti jelasnya Gerakan Literasi Sekolah ini, berikut saya kutip dari Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah. Mari kita baca sebagai bahan pembelajaran bagi para warga sekolah agar gerakan ini bisa berjalan dengan dukungan dari semua warga sekolah (guru, peserta didik, wali murid dan masyarakat).
Praktik pendidikan perlu menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran agar semua warganya tumbuh sebagai pembelajar sepanjang hayat. Untuk mendukungnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). 
GLS memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi komponen penting dalam GLS.
Pada dasarnya prinsip-prinsip gerakan literasi sekolah, antara lain :
1.   Sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik berdasarkan karakteristiknya.
2.   Dilaksanakan secara berimbang; menggunakan berbagai ragam teks dan memperhatikan kebutuhan peserta didik.
3.   Berlangsung secara terintegrasi dan holistik di semua area kurikulum.
4.   Kegiatan literasi dilakukan secara berkelanjutan.
5.   Melibatkan kecakapan berkomunikasilisan.
6.   Mempertimbangkan keberagaman.
Adapun tahapan pelaksanaan gerakan literasi sekolah, antara lain :
1    Penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca (Permendikbud No. 23 Tahun 2015). Meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan. Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran: menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran.
Selain itu, pihak sekolah Yayasan Islam Al-Hikmah dalam pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah memanfaatkan teknologi informasi ke dunia pendidikan dan pihak perpustakaan sebagai fasilitator menyediakan situs blogspot.com sebagai wadah para siswa/I menyalurkan bakatnya dalam bidang tulis-menulis, dan yang lainnya.
Pemanfaatan teknologi informasi ini diharapkan dapat meningkatkan minat membaca dan menulis dilingkungan Yayasan Islam Al-Hikmah, sehingga kebiasaan siswa/i untuk berpikir kritis, logis, rasional dapat tercipta dan akhirnya kegiatan literasi informasi yang dilakukan disekolah memiliki manfaat untuk perkembangan pola pikir serta kebiasaan untuk berpikir rasional dapat tercipta dengan baik dan konsep belajar seumur hidup yang diamanahkan oleh permendibud No.23 Tahun 2015, dapat dilaksanakan dengan baik dan cita-cita presiden Indonesia Ir. Joko Widodo yang berharap akan memiliki generasi emas Indonesia di tahun 2045 dapat terwujud dan terlaksana.
Penutup
Peran aktif pustakawan dalam menangkal hoax di sekolah ini sangat diperlukan dalam mewujudkan lingkungan sekolah yang bebas hoax. Untuk itu, pihak Yayasan, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, guru, dan pemerhati pendidikan  perlu melibatkan pustakawan dan memperkuat perpustakaan dalam mensosialisasikan internet sehat dan pemanfaatan informasi sehat dalam mengantisipasi bahaya hoax yang kini telah menyebar di masyarakat terutama di kalangan pelajar. Terkait dengan kasus hoax ini, tugas pustakawan bukanlah mengajak masyarakat untuk “anti hoax” tetapi mengajak masyarakat untuk “sadar hoaxdengan menggunakan informasi yang sehat, berkualitas, dan mutakhir. Semoga dengan peran aktif pustakawan dalam menangkal kasus hoax di masyarakat terutama di kalngan pelajar, pemerintah lebih perhatian kepada pustakawan Indonesia, terima kasih.
Daftar Pustaka
Dunia Perpustakaan. 2017. Literasi Rendah Ladang Hoax: Warga Membaca Berita Tak Sampai 1 Menit! Di http://duniaperpustakaan.com/literasi-rendah-ladang-hoax-warga-membaca-berita-tak-sampai-1-menit/ (Akses 23 Maret 2017).
KBBI. 2016. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbud. Di
http://kbbi.web.id/bohong (Akses 23 Maret 2017).
Kemenkoinfo. 2016. Kominfo Dorong Penggunaan Media Sosial untuk Pustakawan. Di https://kominfo.go.id, 12 Oktober 2016 (Akses 23 Maret 2017).
Tempo. 2016. Mabes Polri: Penyebar Hoax Diancam Hukuman 6 Tahun Penjara.  Minggu 20 November 2016 11.00 WIB Di https://m.tempo.co/read/news/2016/11/20/063821644/mabes-polri-penyebar-hoax-diancam-hukuman-6-tahun-penjara (Akses 23 Maret 2017).
Tempo. 2017. Penyebab Berita Hoax Beredar: Masyarakat Kurang Banyak Baca. Di https://m.tempo.co, 4 Januari 2017 (Akses 23 Maret 2017).
Tribunnews. 2016. Pustakawan Indonesia Harus Melek IT dan Medsos. Di http://jabar.tribunnews.com, 7 Oktober 2016 (Akses 23 Maret 2017).

0 Post a Comment:

Posting Komentar